09:51:45 WIB Dibaca: 48 kali

Negara Kecil, Han Fei Zi Dan Pemilu 2024 karya Kepala Pusat Publikasi Dan Kekayaan Intelektual LPPM Untag Surabaya Dr. Tomy Michael, S.H., M.H., dimuat dalam Nusantarapedia 12 November 2023.

Negara kecil apakah mungkin menjadi negara besar? Secara instituitif sangatlah sulit karena ia harus menjadi besar dulu barulah bisa tercapai. Tetapi mereka yang menjadi negara kecil bisa menyatukan diri dengan federasi negara kecil sehingga kontrak sosialnya menjadi lebih besar. Pemikir Cina Han Fei Zi (???) yang hidup abad ke-5 BCE merupakan pemimpin dari negara Han, salah satu negara kuat dari tujuh negara. Sayangnya Han merupakan negara paling lemah. Seluruh orang memberi klaim bahwa semakin aktifnya negara terlibat dengan urusan luar negeri maka seseorang bisa menjadi Raja, dengan demikian keamanan negara menjadi terjamin. Secara khusus di antara tujuh negara kuat yang bersaing  maka ada dua strategi yang diunggulkan. Strategi pertama yaitu aliansi vertikal dimana suatu negara membentuk aliansi dengan negara-negara lemah lainnya melawan negara kuat. Strategi kedua yaitu aliansi horizontal menyatukan diri dengan satu negara kuat untuk melawan negara-negara lemah lainnya.
Apabila dicermati maka Indonesia bukanlah negara kecil melainkan negara besar yang harus tetap dipertahankan dengan cara apapun. Tentu saja mendefinisikan cara apapun haruslah mendukung kemanusiaan karena ada banyak sekali kontrak sosial didalamnya. Ketika seseorang menginginkan negara sesuai kehendaknya maka ia akan melakukan kontrak sosial kepada negara. Tetapi keinginan itu dapat saja berubah ketika terjadi pergumulan dalam kelompoknya. Penolakan akan keinginan bisa saja terjadi dan menyebabkan negara bingung akan kontrak sosial manakah yang dipatuhi. 
Tetapi adakalanya juga masyarakat yang tidak memiliki kepedulian akan eksistensinya bangsanya karena harapan akan kehidupan ada pada dirinya sendiri. Jikalau demikian, negara tidak boleh menolaknya tetapi harus merangkulnya dan berusaha menemukan hal yang dipikirkannya. Jelang Pemilihan Umum 2024 (Pemilu 2024) terjadi adu argumentasi yang menunjukkan keinginan masing-masing pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Bentuk pertahanan tidak selalu dimaknai dengan peningkatan kekuatan militer tetapi bisa saja dengan perubahan paradigma dalam masyarakat. Ketertiban sosial merupakan tidak adanya kekacauan dalam bermasyarakat dan terdapat prevalensi lembaga-lembaga mapan yang bertanggung jawab atas keamanan negara.
Apabila kita mencermati bunyi Pasal 8 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 termaktub bahwa “Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya”, artinya pasangan capres dan cawapres lainnya berpeluan menjadi pemimpin juga. Bukan hal pamali dibicarakan tetapi sudah jelas dalam konstitusi, artinya Pemilu 2024 harus menjadi cerminan negara dalam menghasilkan pemimpin yang sesuai. 
Pemahaman ini tampaknya tidak menjadi hal menarik karena partai politik seringkali menjadikan pasangan mereka untuk meraih suara dengan promosi-promosi pemikirannya. Kita tidak lagi belajar berdemokrasi tetapi kita sudah masuk dalam demokrasi dan bagaimana agara tetap terus maju tanpa meninggalkan ideologi Pancasila didalamnya. Karena kalau kita masih berkeras mengatakan Indonesia masih belajar demokrasi maka harus segara ditinggalkan sesuai arahan Sokrates yaitu menjadi aristokrasi adalah yang sempurna. Sebagai harapan akhir, Pemilu 2024 selain tercipta pelaksanaan yang aman, juga harus menjadikan kontrak sosial segera terpenuhi. Kontrak sosial dalam era Han Fei Zi sama dengan era kita sekarang hanya saja semakin banyak lontrak sosial maka semakin terlihat kebijaksanaan pemimpin negara. Ia bisa saja memenuhinya sesuai kebutuhan negara dan bisa juga tidak memenuhinya karena ada kebutuhan negara yang lebih penting lagi. Pemilu 2024 juga dapat dijadikan pembelajara akan ilmu hukum khususnya hukum tata negara karena baik Indonesia adalah negara besar maka langkah yang dilakukan pun haruslah istimewa tanpa meninggalkan masyarakatnya.

Penulis : Dr. Tomy Michael, S.H., M.H.

Editor : Sekretariat LPPM


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya E-Jurnal Untag Surabaya