14:22:47 WIB Dibaca: 113 kali

Karya Tim LPPM Untag Surabaya Dr. Tomy Michael, S.H., M.H., berupa opini berjudul Meningkatkan Peran Serta Tim Kreatif yang dimuat dalam Media Indonesia Edisi 25 November 2022. Hampir sebagian besar negara telah menang melawan Covid-19 termasuk Indonesia. Tetapi walaupun telah berkurang banyak, Covid-19 masih ada dan membuntuti kita kemanapun. Masyarakat sudah mulai melupakan yang seolah-olah didukung oleh pemerintah kota misalnya masuk ke mall tidak terlalu mementingkan aplikasi Pedulindungi, kegiatan cuci tangan yang jarang dilakukan atau penggunaan masker hanya dalam acara-acara tertentu. 


Seperti beberapa waktu lalu dimana saya ikut menghadiri perkawinan dari kolega yang memberikan dua waktu kunjungan yang berbeda. Pembatasan ini sebetulnya salah satu pencegahan artifisial yang diberikan oleh pemilik pesta. Setelah mengisi buku tamu maka suasana pesta meriah dan tampaknya juga ada “penolakan” untuk penggunaan masker apalagi menu yang disediakan sangat banyak jenisnya. 


Hal ini terjadi akibat adanya kebiasaan yang telah dilakukan sebelumnya menjadi keanehan bagi mereka yang berada didalamnya. Meminjam istilah dalam hukum internasional yang mengagungkan jus cogens maka kebiasaan itu harus tetap dilaksanakan. Pelaksana adalah orang yang memiliki pengaruh dalam masyarakat karena ketika kebiasaan itu dilakukan secara terus menerus akan menjadi norma hukum. Lantas kita harus kembali ke awal dengan pendekatan yang lebih humanis, bukan dengan aktif memberitakan jumlah mereka yang terpapar melainkan kreativitas diangkat. Sebagai contoh penggunaan data yang terintegrasi, penggunaan cuitan-cuitan yang menarik sehingga masyarakat menjadi lebih ingat. Beralih ke belasan tahun lalu, waktu era pemilihan umum terdapat cuitan-cuitan “inga inga ting”, dan sampai sekarang pasti terngiang. Memang larangan-larangan yang tidak memunculkan Covid-19 di banyak tempat sebetulnya tidak relevan lagi. Kadang kala larangan seperti “gunakan masker” atau “jaga jarak” hanya sebuah coretan saja.


Pemerintah kota Surabaya misalnya bisa membuat pengumuman publik yang terkait jika terkena Covid-19 atau langkah apa saja yang harus dilakukan masyarakat ketika melanggar larangan. Pengumuman publik ini merupakan ajakan bagi masyarakat untuk mengenali dirinya sendiri dan apa yang harus dilakukan ketika terkena Covid-19. Informasi tentang hak-hak masyarakat juga sebagai sarana edukasi bahwa selalu ada konsekuensi ketika taat akan aturan yang ada. Sikap taat muncul bukan karena rasa takut melainkan kesadaran diri sendiri.


Mengambil ilustrasi berbeda pada saat Hari Pahlawan 10 November maka banyak cosplay tema kepahlawanan di tempat-tempat kerja. Ada yang memakai baju ala Jenderal Besar Sudirman atau penggunaan kebaya ala RA Kartini. Apakah kesemuanya itu untuk membuka memori masa jelang dan sesudah kemerdekaan? Tentu saja tidak sekadar itu tapi ada kebanggaan akan dirinya sendiri bahwa Indonesia mengalami kemerdekaan dengan semangat juang yang tinggi. Paradigma demikian yang harus diserap masyarakat dan kita tidak menggunakan cosplay Covid-19 karena akan menjadi aneh.


Contoh lainnya yaitu kegiatan kampus yang sudah kembali sangat normal karena penggunaan masker masih terus ada dan segala hal yang terkait Covid-19 dijadikan objek penelitian. Artinya terdapat paradigma berbeda pada Covid-19 namun selalu sadar bahwa Covid-19 bisa muncul kapan saja. Jika sudah demikian maka dibutuhkan tim kreatif bagi mereka yang berusaha mengingatkan eksistensi Covid-19 sekaligus bahaya dan hak-hak masyarakat. Cara-cara demikian melalui perkembangan teknologi akan terasa lebih cepat tersampaikan kepada masyarakat. Satu hal yang pasti bahwa Covid-19 tetap mengintai dan kesehatan diri hanyalah kita yang bisa menjaganya secara maksimal – bukan orang lain.

Penulis : Dr. Tomy Michael, S.H., M.H.

Editor : Sekretariat LPPM


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya E-Jurnal Untag Surabaya