20:54:08 WIB Dibaca: 53 kali

Opini Kepala Pusat Publikasi Dan Kekayaan Intelektual LPPM Untag Surabaya Dr. Tomy Michael, S.H., M.H., berjudul Negara Kesejahteraan Atau Negara Hukum? dimuat dalam Harian Analisa 16 Januari 2024.

Ketika presiden memberi komentar akan hasil debat maka memantik pro dan kontra. Pihak pro mengatakan oke saja karena ia masih presiden sah dan poihak kontra mengatakan bahwa tidak ada lagi independensi didalamnya. Lebih bijaksananya menyikapi hasil debat calon presiden dan wakilnya sebaiknya dengan melakukan analisa. Berfokus pada teleologi akan bisa melihat asal mulanya secara tepat. Jika dicermati dengan baik maka seluruh perdebatan mengarah pada peningkatan kesejahteraan. Penerapan ajaran negara kesejahteraan di Indonesia sudah di depan mata. Ketika negara kesejahteraan diterapkan maka akan membawa perubahan bagi Indonesia. Walaupun ia tidak termaktub atau tidak direncanakan untuk berubah dalam konstitusi maka ada hal yang wajib diwaspadai. 
Kewaspadaan dalam hal ini yaitu peran serta negara yang maksimal sehingga menegasikan kemampuan masyarakat itu sendiri. Kemampuan masyarakat berdasarkan doktrin hukum kodrat dipahami bahwa manusia itu homo homini lupus. Sehingga ketika negara bersikap maksimal akan terasa sia-sia. Sifat alamiah manusia dibutuhkan ketika negara dalam keadaan terdesak misalnya ketika negara berperang maka manusia akan mempertahankan dengan cara apapun. Bukankah hal itu menguntungkan negara? Sementara di satu sisi negara kesejahteraan juga dikritik dengan adanya development state. 
Saya tidak menerjemahkan development state ke dalam bahasa Indonesia untuk menjaga makna sebenarnya karena dalam naskah Meredith Woo diartikan sebagai kemampuan negara melakukan intervensi dalam perekonomian dengan tujuan dan rencana jangka panjang. Artinya perekonomian menjadi utama tetapi perekonomian tidak identik dengan pencapaian yang tinggi namun ekonomi juga dipertahankan. Ketika perekonomian menjadi utama sebetulnya akan mendukung bidang-bidang lainnya tetapi akan muncul ketidakseimbangan karena bidang lainnya bukanlah tujuan utama. Misalnya kebudayaan bisa ditingkatkan dengan literasi atau kerjasama internasional tetapi secara tertulis Indonesia menganut demokrasi ekonomi dalam konstitusi. Banyak makna akan demokrasi ekonomi dan cenderung pada nilai mata uang sehingga faktor keuntungan termasuk didalamnya. Kesuksesan negara dalam menyelesaikan suatu permasalahan dihitung dengan biaya yang justru mengurangi sifat negara. 
Misalnya negara bertindak dengan menjadi salah satu organisasi internasional maka negara akan sejahtera. Atau negara tidak melakukan ratifikasi konvensi internasional maka kesejahteraan pun juga ada. Negara kesejahteraan tentu saja berbeda dengan negara yang sejahtera karena negara yang sejahtera melihat dari segala aspek. Penyelesaian masalah tidak berasal dari satu pemecah masalah tetapi bisa saja menggunakan cara-cara yang tidak sesuai praktik ketatanegaraan.
Jikalau demikian maka juga berdampak pada kedaulatan negara modern. Dimana konsep kedaulatan negara modern awalnya muncul pada abad ke-16 dan ke-17 antara kelompok monarki dan republik tidak sama dengan sifat modern di Indonesia. Kedaulatan negara modern yang diterapkan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila karena itu adalah jati diri Indonesia. Tetapi karena kita hidup dalam relasi negara lain maka percampuran-percampuran akan berdampak terhadap bentuk negara itu sendiri. 
Kembali pada esensi pemilihan umum yang tujuannya tidak sekadar memberi kesejahteraan tapi bagaimana mempertahankan negara dalam keadaan apapun. Pemilihan umum tidak boleh dimaknai lagi sebagai wujud demokrasi karena Indonesia sudah melangkah jauh dalam mengolaborasikan demokrasi dengan hal-hal baru. 
Secara imajinatif jika Indonesia diinvasi makhluk spageti dari planet lain maka makna kesejahteraan akan berubah. Ia bisa menjadi keamanan, religius, atau hal-hal lain bersifat metafisika yang kesemuanya ditingkatkan. Konsep negara kesejahteraan harus mendukung segala lini, apa yang mendukung dan apa yang menghambat harus diselaraskan semua. 
Kesudahan setelah pemilihan umum nantinya sebaiknya tidak hanya berfokus pada ajaran negara kesejahteraan namun bisa juga pada kesiapan teknologi, kesiapan dalam mempertahankan peninggalan masa lampau seperti candi atau bagaimana agar Pancasila tetap ada dalam keadaan apapun. Tidak ada yang salah dengan negara kesejahteraan hanya saja kita tidak boleh mengesampingkan hal-hal lainnya. Menentukan demokrasi khas Indonesia secara tertulis dan segera merupakan target yang harus dipenuhi. Hal ini sesuai dengan negara hukum yang memang harus sejahtera.

Penulis : Dr. Tomy Michael, S.H., M.H.

Editor : Sekretariat LPPM


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya E-Jurnal Untag Surabaya